Home » » Lukisan Hitam

Lukisan Hitam

Written By Unknown on Jumat, 07 Juni 2013 | 20.36



                Malam belum berakhir, dewi malam masih tersipu malu dibalik aman hitam dan kelam. Rentetan air turun dari langit untuk membasahi seluruh permukaan bumi. Nyanyian burung hantu dan teriakan jangkrik tak lagi terdengar karena dinginnya udara yang begitu dalam menusuk tulang kering. Di sudut kamar yang kecil disebuah gubuk tua ini aku berbaring. Disegala penjuru kamar, hanya terpampang lukisan yang aku buat akan sebuah memori yang terekam dalam kehidupan ku. Kini warna lukisan itu tampak sedikit pudar karena sentuhan air hujan. Namun, dengan lukisan lah aku dapat terbang ke Makasar untuk membawa pulang juara II nasional dan piagam atas nama: Alshiana Desya Putri.


            Kumandang adzan shubuh membangunkanku dari mimpi – mimpi. Dengan mata yang sedikit terpejam ku lihat kakak ku sibuk membersihkan lantai yang  seperti kolam karena air hujan yang menembus celah atap yang hanya tebuat dari daun tebu. Walaupun demikian gubuk inilah tempat aku dan kakak perempuan ku untuk menjalani hari – hari sebuah kehidupan. Ibu ku sudah tiga tahun ini meninggalkan aku dan kakak ku, kembali kepada Sang Pencipta ketika masih duduk dibangku kelas lima. Sementara bapak ku hanyalah seorang pecundang amatir yang meniggalkan kenyataan yang ada karena wanita.
            Dan kakak lah yang kini menadi tulang punggung keluarga. Dia terpaksa mengakhiri pencarian ilmunya kala masih duduk dibangku XI. Itu semua dilakukannya demi aku. Setiap kali memandang ku matanya tampak berbinar penuh harapan untuk masa depan ku. Walaupun hanya sebagai pengamen jalanan setidaknya cukup membuatku hidup dan tetap bersekolaah mengejar impian: ahli gizi.
“Al, segeralah berangkat, jarum pendek sudah menunjuk angka enam.”
“Iya Kak.” Jawabku pendek dan segera melesat menuju sekolah namun tak lupa ku cium tangan kakak ku.

***

            Siang menjelang. Terik sinar mentari tak sanggup ku terima ditengah ku pelajari akan sebuah ilmu kehidupan: Biologi. Aku selalu membayangkan betapa beratnya perjuangan kakak ku yang terus menelusuri jalanan dengan aspal yang panas sekedar mencari sesuap uang receh untuk nasi.
            Tiba – tiba pintu kelas digedor petugas TU. “ Permisi Pak, mau panggil Alshiana.” Aku pun melangkah pergi mengikuti jejak kai petugas TU itu yang tampak menggiringku ke ruang TU.
“Alshiana! Sudah dua semester ini kamu belum membayar BP3. Kapan akan melunasinya?” Tanya petugas TU itu dengan tegas.
Aku pun tak bisa untuk menjawab pertanyaan macam itu.
“Besok saya ingin bertemu wali mu. Dan jika kamu dapat melunasinya maka lebih baik kamu diam di rumah saja”
                        Jantungku berdebar tak karuan. Membawa kakak ke sekolah sama saja menambah beban kakak ku. Tapi itu satu – satunya jalan untuk menyelamatan pendidikan ku.

***

            Malam hari yang sunyi ini, ku sampaikan pesan dari petugas TU.
“Kak, besok pagi kakak diminta datang ke sekolah.”
Apa yang telah kamu lakukan di sekolahan?” Tanya kakak sedikit marah dan curiga.
“Ini bukan karena itu Kak, tapi masalah BP3.”
Sekejap kakak ku terdiam seribu bahasa. Hanyalah sedikit kata yang terucap.
“Baiklah kakak usahakan, Al”
            Keesokan harinya kakak ku berangkat ke sekolah dengan membawa seribu alasan untuk menyelamatkan cita – cita ku. Aku pun hanya dapat melepas kepergiannya dengan ucapan, “Kak, aku masih pengen sekolah.”
            Sementara aku masih tetap berdiam sendiri di dalam istana yang mau roboh ini untuk menunggu kehadiran kakak. Sebelum siang menjelang kakak telah kembali dengan tubuh yang tak lagi tegak. Dia berkata, “Al, besok kamu dapat bersekolah lagi.”
            Sontak kabar itu ku sambut dengan gembira, “sungguh Kak? Apakah uang BP3 nya sudah linas?” Tanya ku. Ku lihat wajah kakak pucat mendengar pertanyaan ku. “kamu belajarlah yang rajin” ujar nya dan masuk ke kamar.
            Mulai saat itulah aku terus berjuang tuk belajar dengan rajin. Namun, mulai saat itu pula kakak ku juga terus berjuang tanpa henti mengumpulkan uang demi aku apa pun akan dilakukan asalkan halal.

***

            Sepulangnya aku dari sekolah tampak rumah begitu sepi, yang biasanya kakak pulang dari ngamen untuk sekedar minum. Aku pun bermaksud mencari kakak untuk membawakannya sebotol air putih. Dibawah terik mentari aku yakin kakak membutuhkannya.
            Sesampainya aku di ¼ an dimana kakak ku berdiri tak ku jumpai. Aku coba berjalan ditenggah hamparan bara aspal yang membakar telapak kaki ini. sepanjang perjalanan tak ku jumpa akan kehadiran kakak ku. Tampak dari jauh orang – orang berkumpul menjadi satu dari segala penjuru. Aku pun mendekat.
“Astqfirullah, pengemudi tak tak berakal membuatnya seperti ini.” ujar salah seorang yang berkumpul di tempat itu.
“innalillahi wa innaillaihi roji’un. Sudah terlambat untuk dibawa ke rumah sakit.”
            Semakin penasaran aku pun menyelinap di balik kerumunan itu. Seakan tidak percaya aku akan sebuah catatan Tuhan. Jantungku seakan berhenti dalam hitungan detik. Mataku tak dapat berpaling dari sebuah kenyataan yang ada. Tetesan air mata tak lagi dapat ku bending. Bibir ku hanya bisa terucap satu kata. “Kakak??”
            Inilah hidup semua berjalan dan tidak tahu mati. Tuhan tidak akan memperlihatkan akan catatanNya. Semua terjadi kapan pun dan dimana pun dalam kondisi apa pun.

***

Hari demi hari ku jalani sendiri tanpa arah yang pasti. Aku berhenti sekolah. Menghambur impianku selama ini. doctor ahli gizi hanya sekedar wacanan bagi ku. Apakah hidup seperti ini,? Mengapa aku selalu sendiri? Apakah hidupku tak berarti?. Tanpa ku sadari akan sebuah makna takdir ini.
            Hidup ini penuh akan pertanyaan dari dalam hati dan pikiran, aku tidak akan heran jika Edison, Newton, Pascal ataupun Phytagoras dapat menhitung secepat kilat, hitungan total jumlah detik – detik selama aku lahir hingga saaat ini berturut – turut tanpa ada yang bisa menahan. Tapi, adakah yang bisa menhitung bagaimana aku harus berlari dari kesakitan setelah ini? Bagaiman aku harus menjaga agar pada pelipisku tek terbentuk aliran sungai yang bersumber dari pelupuk mataku. Bagaiman aku harus menahan nafas dan mengerutkan dahi, saat hati ku mulai tergerogoti oleh sesuatu yang abstrak?
            Jujur aku iri pada lebah madu penghisab nectar atau pun pada keresak ialalng kering. Mereka bisa hidup meski berhari – hari mereka mengadang maut? Bagaiman dengan ku? Kecil, rapuh, mengkeret dan terjatuh.
            Hanya dengan kuas dan cat ku tuangkan kedalam kanvas untuk sebuah ungkapan perasaan.

***

            Aku berfikir semua cerita telah berakhir. Dan tak ada gunanya lagi menyimpan lukisan yang tak berguna. Ku kumpulkan semua lukisan itu menjadi satu dan sebatang korek api siap melenyapkan kenangan indah dan kelam.
“Aku tahu ini sangat berat untuk mu. Tapi apa kamu tahu ada hal yang jauh lebih berat dari pada ini?” kehadiran Josephana, teman satu kelas membuatku terhenyak.
“Cukup sudah aku mengalami penderitaan ini dan kini aku sudah tak punya apa – apa lagi.”
 “Setiap orang pasti akan berfikir seperti itu, namun bukan kah kamu masih mempunyai lukisan itu. Lukisan yang nantinya akan membawamu ke sebuah impian.”
“Apa maksudmu?”
“Kenapa tidak kamu lelang lukisan – lukisan itu untuk hidup mu dari pada terbakar kamu hanya akan mendapatkan sejumput abu.”
Aku terdiam. Pikiranku terikat tak bisa berbuat apa – apa kini perlahan ikatan itu terlepas. Jalan pikiranku yang gelap perlahan terbuka karena sinar Mu. Alshiana yang sekarang tidaklah lemah. Aku harus kuat menghadapi hidup ni walau hanya sebatang kara.
“Kalau itu menurutmu, baiklah untuk ku akan aku coba”
            Kehadiran Josephana sebagai teman dalam hidup baik didalam maupun diluar sekolah membuatku seakan hidup kembali. Dengan tangan ini aku dapat melangkah menuju sekolah. Dengan lukisan ini aku dapat terbang melayang bersama bintang – bintang untuk menggapai impian yang sempat aku kubur dalam – dalam: Ahli Gizi.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

[Trailer] Opor Operan

Mlaku Mlaku Dab!

Instagram

Tips and Tricks


 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. NB! - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger